Sebagai
ibu pekerja alias working mom, aku merasa galau banget ketika melihat anak lebih dekat dengan pengasuhnya. Kita ini ibunya loh, masa iya anak lebih suka
main sama pengasuhnya daripada kita. Nyes hati ini. Langsung deh mikir, apakah
aku bukan ibu yang baik?
Perasaan ini mulai muncul ketika Rafa berumur 6-8 bulanan. Penyebab kedekatan Rafa sama pengasuhnya ini ada 2. Pertama, karena di umur 5 bulan, aku terpaksa meninggalkan Rafa selama 3 minggu full karena mengikuti pelatihan dasar CPNS, dan yang kedua, kurangnya special time yang aku berikan untuk Rafa.
Perasaan
Insecure
Bermula dari alasan pertama, saat aku pulang menemui Rafa, meskipun dia tidak menolak untuk DBF alias direct breastfeeding, tapi saat pengasuhnya pergi atau pulang ke rumah, dia justru menangis dan nampak berat ditinggal. Padahal saat itu ada aku yang sedang bersamanya. Justru, ketika aku pergi, Rafa malah biasa saja. Saat itu aku memang sadar, ada yang salah dari kebersamaan aku dan anak. Bukan hanya perkara karna ditinggal selama 3 minggu. Tapi, kualitas kebersamaan kami juga sesungguhnya kurang. Penyebabnya apalagi kalau bukan ibunya suka mainan hape. Saat menyusui, yang seharusnya jadi hal paling intim dan cuma terjadi antara ibu dan anak, kadang malah aku pakai untuk scrolling-scrollong belanja online dan buka feed ig yang isinya lambe turah. Ibunya tidak mau ketinggalan gosip baru, tapi justru waktu berkualitas dengan anaknya tertinggal. Udah si anak ditinggal kerja, eh pas ketemu malah ditinggal mainan hape. Duh, maafkan ibumu Nak.
Menjelang
usia setahun, di saat Rafa mulai suka mengajak main, hal sama juga terjadi.
Saat dia ngajak main, aku ikut main sebentar, tapi pandangan justru ke arah hape
atau malah lagi ngurusin kerjaan. Yah istilahnya fisiknya dimana, tapi
pikirannya kemana-mana. Sebaliknya, saat itu aku melihat pengasuh Rafa yang
mencurahkan perhatiannya saat main dengan Rafa. Saat itu aku melihat ekspresi
Rafa yang nampaknya bahagia dan makin bersemangat untuk bermain.
Perbaikan
Hubungan
Akhirnya,
aku merasa perlu memperbaiki ini semua sebelum terlambat. Meskipun bekerja dari
jam 6 pagi sampai 6 malam, aku hapus kata "capek" jika sudah bertemu
anak. Setelah pulang kerja, aku benar-benar melimpahkan perhatian pada anak.
Menyuapi makan, bermain dan juga menidurkannya.
Aku
juga memberikan special time untuk bermain dengan Rafa minimal 30 menit setiap
harinya. Melihat dari berbagai sumber, special time ini berfungsi untuk
membangun trust dan juga attachment anak bersama orang tuanya. Jadi selama 30
menit itu, aku mendedikasikan waktu 100% untuk anak. Benar-benar fokus dan
harus mengikuti kemauan anak. And… it works! Aku merasa Rafa bahagia,
bersemangat, merasa diperhatikan dan percaya denganku.
![]() |
perasaan bahagia, saat diberikan special time |
Saat
hari libur pun, 24 jam x 2 hari full aku habiskan waktu bersama dengan anak dan
suami. Bisa bermain bertiga, jalan-jalan atau melakukan pekerjaam rumah
bersama. Hanya bertiga dan tanpa pengasuh. Sehingga quality time untuk keluarga
benar-benar terpenuhi.
Setelah
melakukan hal-hal di atas, perasaan insecure yang dulunya muncul ini mulai
hilang dan berganti menjadi rasa percaya diri sebagai orang tua. Saat ini,
meskipun Rafa masih dekat dengan pengasuhnya, tapi ada hal-hal yang hanya ingin
dia lakukan bersama dengan Ibunya. Misal, bermain pasir, bermain di kamar,
jalan-jalan naik sepeda, dan mandi. Tapi, kalau saat itu aku enggak bisa, karna
sekarang lebih sering WFH alias kerja dari rumah, dia dengan berat hati mau
untuk dilimpahkan kepada pengasuhnya.
Menurutku,
meskipun anak dekat dengan pengasuh, bukan berarti anak tidak membutuhkan atau
tidak menyayangi kita sebagai orang tuanya. Terlebih, jika kita sudah memberikan waktu kita untuk hal-hal yang memang hanya dilakukan bersama kita sebagai orang tuanya. Justru, saat ini aku merasa tenang
kalau Rafa menyukai pengasuhnya, karena itu menunjukkan bahwa pengasuh bisa
merawat Rafa dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar